Aku melangkah masuk ke halaman gedung ini dengan
detak jantung yang tak menentu. Ada rasa bahagia, ada pula rasa gunda. Gunda
sebab aku melihat beberapa anak datang dengan orang tua yang menggandeng
tangannya. Entah orang tua kandung atau bahkan mungkin hanya sanak saudara.
Sedangkan aku datang seorang diri. Kulihat suasana ramai orang di dalam gedung
bercat putih bersih dan bertuliskan TPQ Al-Hayat pada papan nama gedung. Aku
memang bukan penduduk asli desa ini. Aku mendapat undangan dari pengurus TPQ
untuk hadir di acara hari ini. Dalam undangan itu bertuliskan acara santunan
yatim piatu.
Aku masih berdiri di samping sepeda yang baru saja
kurobohkan ke tanah, sebab sering kugunakan jatuh, penyangganya jadi rusak.
Maklum, ini sepeda yang dibelikan ayah dan ibuku tiga tahun yang lalu saat aku
kelas tiga Madrasah Ibtidaiyah (MI) ketika aku belum lancar bersepeda dan saat
itu sekitar seminggu sebelum mereka kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia.
