Dari pembukaan buku “Siapa Menabur Angin Akan
Menuai Badai” yang ditulis oleh Soegiarso Soerojo 1988, Dr. G. M. Travel,
sejarawan terkenal mengatakan, “Sejarah adalah rahasia yang belum dapat dipecahkan.
Namun, sejarah adalah kenyataan yang kuat, sejarah bersifat Ketuhanan dan
kesetanan. Sejarah itu ditulis untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang
terjadi pada masa lampau, dari pelbagai sudut. Sejarah adalah dasar pendidikan
modern yang merupakan sekolah terbaik bagi setiap orang. Sejarah yang ditulis
dengan baik, objektif serta tidak berat sebelah, akan menghasilkan banyak
kebaikan pula.”
Kata-kata di atas memanglah kata-kata lama, tapi
akan menjadi baru ketika kita sedang belajar dan mencari tau tentang sejarah.
Bukankah kita hidup saat ini sebab adanya masa lalu? Masa lalu itulah yang
disebut sejarah. Sejarah yang dibuat oleh orang-orang hebat terdahulu telah
melahirkan banyaknya hal baru yang menuai banyak manfaat untuk saat ini. Tapi
sayangnya tentang sejarah tersebut tak banyak orang yang tahu. Mungkin
terkadang merasa tak mau tahu. Dan pada akhirnya sejarah terhapuskan oleh
generasi penerus dari sejarah tersebut sendiri. Ini sungguh tidak diinginkan.
Kita hidup di suatu daerah. Kita mengaku bahwa
kita mencintai daerah tersebut, bahkan taruhannya adalah hidup dan mati. Namun
betapa memalukannya ketika ditanya sejarah atau masa lalu dari daerah tersebut,
tak satupun kata yang mampu keluar dari mulut untuk menjawabnya.
Hari ini kita hidup dan tumbuh besar di Lamongan,
kita makan dan minum dari bumi Lamongan, kita mengaku cinta Lamongan, bahkan
teramat cinta. Tapi ketika kita tidak mampu menceritakan tentang Lamongan maka
cinta itupun akan dipertanyakan. Ketika tak ingin dianggap mencintai dengan
cinta palsu, maka buktikanlah kata-kata Ir. Soekarno, “Jangan Sesekali
Melupakan Sejarah,” yang kemudian banyak dikenal dengan singkatan “Jas
Merah”.
Kali ini, untuk bukti cinta kita pada Lamongan,
mari kita telusuri jejak Lamongan dari Keranggan menuju Kadipaten bersama
Rangga Hadi.
1.
Rangga Hadi dan Perjalanan dalam Pengembangan Islam
dan Pemerintahan
Nama itu tidak asing di telinga kita. Nama tersebut begitu masyhur di
Lamongan. Sebenarnya siapa Rangga Hadi?
Nama kecilnya adalah Hadi, beliau murid kinasih Sunan Giri II atau Sunan
Dalem. Pemuda yang berasal dari Dukuh Cancing, Desa Sendangrejo Kecamatan
Ngimbang ini berasal dari keluarga pemeluk agama Budha. Namun tekatnya untuk
mempelajari Islam membawanya sampai ke Giri. Dengan limpahan pengetahuan yang
luar biasa, Hadi yang pernah mengemban tugas penyebaran Islam dan salah sasaran,
yakni daerah Babat, padahal yang dimaksud adalah daerah Kenduruan, beliau tetap
mendapat kepercayaan dari Sunan Giri dan disegani sebagai hasil karya dan usaha
Hadi. Dari situ kemudian Hadi mendapat gelar Rangga yang berarti
memiliki wewenang pemerintahan di tempat-tempat baru nantinya.
Di masa-masa itu, Hadi mendapat tugas yang kedua dari gurunya, Sunan Giri,
untuk mencari kawasan di sebelah barat Kasunanan Giri untuk penyebaran agama
Islam dan pengembangan daerah, yakni Kenduruan. Perjalanannya tidak mulus,
beliau tidak lantas bisa menemukan daerah Kenduruan. Melalui jalur kali Lamong
Rangga Hadi berhenti di daerah yang sekarang merupakan Kecamatan Sambeng,
kemudian melanjutkan perjalanannya melalui jalur darat purbakala ke arah utara
dan berhenti di daerah Gondang. Di sana, selain penyebaran Islam yang berhasil,
Rangga Hadi juga meninggalkan sebuah Sendang atas petunjuk dari sang guru
dengan tongkat pemberiannya, yang kemudian sendang tersebut digunakan kebutuhan
masyarakat. Setelah dari Gondang perjalanan Rangga Hadi dan rombongan menuju
arah timur, yang sekarang merupakan desa Mantup. Sama halnya di desa Gondang,
di desa Mantup Rangga Hadi dengan mudah menyebarkan Islam dan menata
pemerintahan desanya. Sebab kemarau dan kesulitan air juga, Rangga Hadi
akhirnya menancapkan tongkatnya dan bermunajad seperti yang dilakukan di desa
Gondang. Akhirnya sumber air yang keluar dari tongkatnya semakin besar dan
sekarang menjadi sendang Mantup yang airnya masih terus difungsikan.
Kini Rangga Hadi melanjutkan perjalanannya ke arah utara, mencari daerah
yang dimaksud oleh gurunya berada di sebelah barat Kasunanan Giri dan bernama Kenduruan.
Setelah tempat yang dicari itu diketemukan, segera Rangga Hadi mengajarkan
ajaran-ajaran Islam, mendirikan langgar-langgar dan tempat peribadatan, serta
mengadakan pengajian-pengajian. Berkat pemerintahan desa setempat yang menerima
dengan baik, maka ajaran yang dibawa oleh Rangga Hadi yang sesuai dengan ajaran
Sunan Giri berjalan lancar. Tatanan pemerintahan dan kehidupan masyarakat juga
semakin berkembang baik.
Dalam kurun waktu yang tidak lama Rangga Hadi dengan mudah mampu melakukan
penyebaran Islam dan penataan pemerintahan dalam masyarakat yang baik di daerah
utara dan timur. Sedangkan untuk daerah barat sudah terlebih dahulu berkembang
di daerah Babat dan daerah selatan berkembang melalui daerah Gondang dan
Mantup.
2.
Kata Lamongan
“Dari mana dan bagaimana kawasan yang kita gunakan berpijak hari ini
bisa dinamai Lamongan?” Pertanyaan ini yang kemudian memancing saya untuk membaca
dan kemudian menuliskan sedikit ulasan sejarah dari Lamongan.
Berdasarkan arsip “Naskah Hari Jadi Lamongan” yang terselip di rak “Pojok
Kampung Lamongan” saya menemukan jawabannya. Lamongan yang berdasarkan analisis
para penyusun naskah berasal dari dua nama perwujudan, yaitu “Kali Lamong” dan
“Makam Mbah Lamong”.
a.
Kali Lamong
Kali Lamong
merupakan sungai yang mengalir di sebelah selatan kabupaten Lamongan yang
sekarang menjadi batas antara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Mojokerto.
Sungai ini mengalir dari barat ke timur yang kemudian bermuara di Desa
Segoromadu, Gresik. Melalui sungai inilah pelayaran Hadi yang kemudian bernama
Rangga Hadi mengemban tugas pertama dan kedua dari Sunan Giri untuk
mengembangkan kawasan ini. Terlebih, kali tersebut letaknya tidak jauh dari
kawasan yang kemudian dikembangkan oleh rangga Hadi.
b.
Makam Mbah Lamong
Makam ini
bertempat di Desa Tumenggungan yang terletak di pusat Kota Lamongan. Sebab kita
tahu bahwa lokasi pusat pemerintahan tidak pernah berubah, maka, kita juga
perlu tahu bahwa penguasa pertama yang mampu memegang peran penting dan
mengembangkan kawasan menjadi kawasan Lamongan adalah Rangga Hadi. Beliau
adalah pemimpin pertama yang berhasil dalam bidang pembangunan baik spiritual
maupun fisik. Kemudian melihat letak daerah Tumenggungan, Keranggan, Alon-alon,
dan rumah dinas Bupati berada di pusat Kota Lamongan, dengan pimpinan seorang
Rangga pertama dengan nama Hadi, maka, Rangga Hadi-lah yang mendapat sebutan
Mbah Lamong. Lalu hubungannya apa dengan Lamongan?
Seperti yang
diutarakan oleh tim penyusun Naskah Hari Jadi Lamongan:
Dari sudut pengetahuan bahasa (etimologie) dapat diungkapkan, bahwa kata
LAMONG berasal dari asal kata “MONG” yang mendapat tambahan atau presikat “LA”.
MONG adalah bahasa Kawi (Jawa Kuno) yang artinya = ngemong, momong atau
mengasuh. Kata LA atau RA juga adalah bahasa Kawi yang artinya = baik atau
menyenangkan. (1984:16)
Itulah kenapa
Rangga Hadi mendapat sebutan Mbah Lamong. Sebab Rangga Hadi semasa perjalanan
pengembangan agama Islam dan pengembangan kawasan selalu bisa menjadi pamong
yang baik dan menyenangkan bagi masyarakatnya. Kemudian wilayah ini disebut
Lamongan sebab dalam wilayah pembinaan, wilayah kekuasaan sekaligus wilayah
tempat tinggal Mbah Lamong dalam abad ke XIV Masehi.
3. Dari Seorang Rangga
menjadi Adipati
Bukan sebab hal lain Rangga Hadi kemudian dipilih
oleh Sunan Prapen atau Sunan Giri IV sebagai Adipati Lamongan yang pertama
dengan gelar Tumenggung. Melainkan iman dan taqwanya kepada Allah SWT serta
kecakapan dan keberhasilannya yang membuat Sunan Giri mempercayainya. Selain
itu, Sunan Giri ingin menjadikan Lamongan daerah Kadipaten sebab melihat
kemajuan pemerintahan, kehidupan rakyat, perkembangan ajaran agama Islam dan
sebab kemelut kerajaan Demak dan kemunduran kerajaan Pajang yang semakin kacau.
Akhirnya demi meneruskan perjuangan para wali untuk pengembangan agama Islam,
maka, Sunan Giri IV segera menempatkan Lamongan sebagai daerah kekuasaannya.
Dengan alasan lain, sebab masih banyaknya orang daerah Lamongan yang memeluk
agama Hindu dan Budha, maka, dengan mengislamkan wilayah ini berarti memperkuat
benteng Kasunanan Giri untuk penyebar luasan Agama Islam.
Karena dirasa perlu meletakkan seseorang yang
bertaqwa kepada Allah, cakap, berwibawa, disenangi dan ditaati rakyatnya,
kanjeng Sunan Giri IV menunjuk Rangga Hadi di tahun 976 Hijriyah atau tahun
1491 Saka, atau bertepatan pada tanggal 26 Mei 1569 Masehi, beliau diangkat
menjadi Adipati Lamongan yang pertama dengan pangakat Tumenggung. Beliau juga
sempat diberi nama Surajaya yang memimpin seribu lasykar.
Nama : FITROTUN NIHLAH
Alamat : Pon Pes Fathul Hidayah
Jln. Imam Bonjol Rt. 01 Rw. 01 Pangean
Maduran Lamongan 62261
Email : fitrotunnihlah@gmail.com
NO HP : 085 730 390 890
DAFTAR
PUSTAKA
---------, Lamongan
Memayu Raharjaning Praja. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan.
1994.
---------, Naskah
Hari Jadi Lamongan. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan. 1984.
Soerojo,
Soegiarso., Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Jakarta: Sri Murni. 1988.
Tim, Aneka
Data Potensi Kabupaten Lamongan. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten
Lamongan. 2008.
============
*Pernah diikutkan lomba menulis jejak Lamongan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar