Laman

Sabtu, 24 Mei 2014

LAMONGAN: DARI KERANGGAN MENUJU KADIPATEN BERSAMA RANGGA HADI

Dari pembukaan buku “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai” yang ditulis oleh Soegiarso Soerojo 1988, Dr. G. M. Travel, sejarawan terkenal mengatakan, “Sejarah adalah rahasia yang belum dapat dipecahkan. Namun, sejarah adalah kenyataan yang kuat, sejarah bersifat Ketuhanan dan kesetanan. Sejarah itu ditulis untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang terjadi pada masa lampau, dari pelbagai sudut. Sejarah adalah dasar pendidikan modern yang merupakan sekolah terbaik bagi setiap orang. Sejarah yang ditulis dengan baik, objektif serta tidak berat sebelah, akan menghasilkan banyak kebaikan pula.

Kata-kata di atas memanglah kata-kata lama, tapi akan menjadi baru ketika kita sedang belajar dan mencari tau tentang sejarah. Bukankah kita hidup saat ini sebab adanya masa lalu? Masa lalu itulah yang disebut sejarah. Sejarah yang dibuat oleh orang-orang hebat terdahulu telah melahirkan banyaknya hal baru yang menuai banyak manfaat untuk saat ini. Tapi sayangnya tentang sejarah tersebut tak banyak orang yang tahu. Mungkin terkadang merasa tak mau tahu. Dan pada akhirnya sejarah terhapuskan oleh generasi penerus dari sejarah tersebut sendiri. Ini sungguh tidak diinginkan.
Kita hidup di suatu daerah. Kita mengaku bahwa kita mencintai daerah tersebut, bahkan taruhannya adalah hidup dan mati. Namun betapa memalukannya ketika ditanya sejarah atau masa lalu dari daerah tersebut, tak satupun kata yang mampu keluar dari mulut untuk menjawabnya.
Hari ini kita hidup dan tumbuh besar di Lamongan, kita makan dan minum dari bumi Lamongan, kita mengaku cinta Lamongan, bahkan teramat cinta. Tapi ketika kita tidak mampu menceritakan tentang Lamongan maka cinta itupun akan dipertanyakan. Ketika tak ingin dianggap mencintai dengan cinta palsu, maka buktikanlah kata-kata Ir. Soekarno, “Jangan Sesekali Melupakan Sejarah,” yang kemudian banyak dikenal dengan singkatan “Jas Merah”.
Kali ini, untuk bukti cinta kita pada Lamongan, mari kita telusuri jejak Lamongan dari Keranggan menuju Kadipaten bersama Rangga Hadi.

1.      Rangga Hadi dan Perjalanan dalam Pengembangan Islam dan Pemerintahan
Nama itu tidak asing di telinga kita. Nama tersebut begitu masyhur di Lamongan. Sebenarnya siapa Rangga Hadi?
Nama kecilnya adalah Hadi, beliau murid kinasih Sunan Giri II atau Sunan Dalem. Pemuda yang berasal dari Dukuh Cancing, Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang ini berasal dari keluarga pemeluk agama Budha. Namun tekatnya untuk mempelajari Islam membawanya sampai ke Giri. Dengan limpahan pengetahuan yang luar biasa, Hadi yang pernah mengemban tugas penyebaran Islam dan salah sasaran, yakni daerah Babat, padahal yang dimaksud adalah daerah Kenduruan, beliau tetap mendapat kepercayaan dari Sunan Giri dan disegani sebagai hasil karya dan usaha Hadi. Dari situ kemudian Hadi mendapat gelar Rangga yang berarti memiliki wewenang pemerintahan di tempat-tempat baru nantinya.
Di masa-masa itu, Hadi mendapat tugas yang kedua dari gurunya, Sunan Giri, untuk mencari kawasan di sebelah barat Kasunanan Giri untuk penyebaran agama Islam dan pengembangan daerah, yakni Kenduruan. Perjalanannya tidak mulus, beliau tidak lantas bisa menemukan daerah Kenduruan. Melalui jalur kali Lamong Rangga Hadi berhenti di daerah yang sekarang merupakan Kecamatan Sambeng, kemudian melanjutkan perjalanannya melalui jalur darat purbakala ke arah utara dan berhenti di daerah Gondang. Di sana, selain penyebaran Islam yang berhasil, Rangga Hadi juga meninggalkan sebuah Sendang atas petunjuk dari sang guru dengan tongkat pemberiannya, yang kemudian sendang tersebut digunakan kebutuhan masyarakat. Setelah dari Gondang perjalanan Rangga Hadi dan rombongan menuju arah timur, yang sekarang merupakan desa Mantup. Sama halnya di desa Gondang, di desa Mantup Rangga Hadi dengan mudah menyebarkan Islam dan menata pemerintahan desanya. Sebab kemarau dan kesulitan air juga, Rangga Hadi akhirnya menancapkan tongkatnya dan bermunajad seperti yang dilakukan di desa Gondang. Akhirnya sumber air yang keluar dari tongkatnya semakin besar dan sekarang menjadi sendang Mantup yang airnya masih terus difungsikan.
Kini Rangga Hadi melanjutkan perjalanannya ke arah utara, mencari daerah yang dimaksud oleh gurunya berada di sebelah barat Kasunanan Giri dan bernama Kenduruan. Setelah tempat yang dicari itu diketemukan, segera Rangga Hadi mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mendirikan langgar-langgar dan tempat peribadatan, serta mengadakan pengajian-pengajian. Berkat pemerintahan desa setempat yang menerima dengan baik, maka ajaran yang dibawa oleh Rangga Hadi yang sesuai dengan ajaran Sunan Giri berjalan lancar. Tatanan pemerintahan dan kehidupan masyarakat juga semakin berkembang baik.
Dalam kurun waktu yang tidak lama Rangga Hadi dengan mudah mampu melakukan penyebaran Islam dan penataan pemerintahan dalam masyarakat yang baik di daerah utara dan timur. Sedangkan untuk daerah barat sudah terlebih dahulu berkembang di daerah Babat dan daerah selatan berkembang melalui daerah Gondang dan Mantup.

2.      Kata Lamongan
Dari mana dan bagaimana kawasan yang kita gunakan berpijak hari ini bisa dinamai Lamongan?” Pertanyaan ini yang kemudian memancing saya untuk membaca dan kemudian menuliskan sedikit ulasan sejarah dari Lamongan.
Berdasarkan arsip “Naskah Hari Jadi Lamongan” yang terselip di rak “Pojok Kampung Lamongan” saya menemukan jawabannya. Lamongan yang berdasarkan analisis para penyusun naskah berasal dari dua nama perwujudan, yaitu “Kali Lamong” dan “Makam Mbah Lamong”.
a.       Kali Lamong
Kali Lamong merupakan sungai yang mengalir di sebelah selatan kabupaten Lamongan yang sekarang menjadi batas antara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Mojokerto. Sungai ini mengalir dari barat ke timur yang kemudian bermuara di Desa Segoromadu, Gresik. Melalui sungai inilah pelayaran Hadi yang kemudian bernama Rangga Hadi mengemban tugas pertama dan kedua dari Sunan Giri untuk mengembangkan kawasan ini. Terlebih, kali tersebut letaknya tidak jauh dari kawasan yang kemudian dikembangkan oleh rangga Hadi.
b.      Makam Mbah Lamong
Makam ini bertempat di Desa Tumenggungan yang terletak di pusat Kota Lamongan. Sebab kita tahu bahwa lokasi pusat pemerintahan tidak pernah berubah, maka, kita juga perlu tahu bahwa penguasa pertama yang mampu memegang peran penting dan mengembangkan kawasan menjadi kawasan Lamongan adalah Rangga Hadi. Beliau adalah pemimpin pertama yang berhasil dalam bidang pembangunan baik spiritual maupun fisik. Kemudian melihat letak daerah Tumenggungan, Keranggan, Alon-alon, dan rumah dinas Bupati berada di pusat Kota Lamongan, dengan pimpinan seorang Rangga pertama dengan nama Hadi, maka, Rangga Hadi-lah yang mendapat sebutan Mbah Lamong. Lalu hubungannya apa dengan Lamongan?
Seperti yang diutarakan oleh tim penyusun Naskah Hari Jadi Lamongan:
Dari sudut pengetahuan bahasa (etimologie) dapat diungkapkan, bahwa kata LAMONG berasal dari asal kata “MONG” yang mendapat tambahan atau presikat “LA”. MONG adalah bahasa Kawi (Jawa Kuno) yang artinya = ngemong, momong atau mengasuh. Kata LA atau RA juga adalah bahasa Kawi yang artinya = baik atau menyenangkan. (1984:16)

Itulah kenapa Rangga Hadi mendapat sebutan Mbah Lamong. Sebab Rangga Hadi semasa perjalanan pengembangan agama Islam dan pengembangan kawasan selalu bisa menjadi pamong yang baik dan menyenangkan bagi masyarakatnya. Kemudian wilayah ini disebut Lamongan sebab dalam wilayah pembinaan, wilayah kekuasaan sekaligus wilayah tempat tinggal Mbah Lamong dalam abad ke XIV Masehi.

3.      Dari Seorang Rangga menjadi Adipati
Bukan sebab hal lain Rangga Hadi kemudian dipilih oleh Sunan Prapen atau Sunan Giri IV sebagai Adipati Lamongan yang pertama dengan gelar Tumenggung. Melainkan iman dan taqwanya kepada Allah SWT serta kecakapan dan keberhasilannya yang membuat Sunan Giri mempercayainya. Selain itu, Sunan Giri ingin menjadikan Lamongan daerah Kadipaten sebab melihat kemajuan pemerintahan, kehidupan rakyat, perkembangan ajaran agama Islam dan sebab kemelut kerajaan Demak dan kemunduran kerajaan Pajang yang semakin kacau. Akhirnya demi meneruskan perjuangan para wali untuk pengembangan agama Islam, maka, Sunan Giri IV segera menempatkan Lamongan sebagai daerah kekuasaannya. Dengan alasan lain, sebab masih banyaknya orang daerah Lamongan yang memeluk agama Hindu dan Budha, maka, dengan mengislamkan wilayah ini berarti memperkuat benteng Kasunanan Giri untuk penyebar luasan Agama Islam.
Karena dirasa perlu meletakkan seseorang yang bertaqwa kepada Allah, cakap, berwibawa, disenangi dan ditaati rakyatnya, kanjeng Sunan Giri IV menunjuk Rangga Hadi di tahun 976 Hijriyah atau tahun 1491 Saka, atau bertepatan pada tanggal 26 Mei 1569 Masehi, beliau diangkat menjadi Adipati Lamongan yang pertama dengan pangakat Tumenggung. Beliau juga sempat diberi nama Surajaya yang memimpin seribu lasykar.

Nama               : FITROTUN NIHLAH
Alamat             : Pon Pes Fathul Hidayah
                          Jln. Imam Bonjol Rt. 01 Rw. 01 Pangean Maduran Lamongan 62261
Email               : fitrotunnihlah@gmail.com
NO HP             : 085 730 390 890


DAFTAR PUSTAKA
---------, Lamongan Memayu Raharjaning Praja. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan. 1994.
---------, Naskah Hari Jadi Lamongan. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan. 1984.
Soerojo, Soegiarso., Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Jakarta: Sri Murni. 1988.
Tim, Aneka Data Potensi Kabupaten Lamongan. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Lamongan. 2008.

============
*Pernah diikutkan lomba menulis jejak Lamongan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar