Laman

Minggu, 06 April 2014

#deskripsisetting KAMPUS FIKSI - Fitrotun Nihlah

PAGI DI SEKOLAH

Aku telah berdiri di depan sebuah gedung kebanggaan, dengan seragam kebanggaan pula. Aku selalu membuka gerbang ini tepat pukul 05:30. Masih sepi, selalu aku yang pertama sebab tugasku adalah membuka gerbang besar berwarna hitam ini sebagai akses jalan masuk para guru dan murid yang akan belajar. Belum ada yang datang sepagi ini. Aku memutuskan untuk duduk di pos dan menyruput kopi hitam buatan isteriku. Meski hanya seorang satpam sekolah, pekerjaan ini membanggakan. Aku yang membukakan gerbang itu, aku yang menjaga keamanan sekolah selama mereka belajar. Bagiku, aku ikut andil dalam proses sekolah ini. Pikiranku melayang mencari-cari hal yang bisa ku syukuri dibalik seragam putih hitam dengan kalung peluit di lengan kiriku.
Kopi yang tadi kuminum sedikit tumpah. Mungkin karena masih terlalu panas dan aku lupa meniupnya. Aku mengambil kain lap untuk membersihkannya. Kulirik dinding putih yang menjadi batas ruangan ini. Jarum jam di “kantor”ku sudah menunjukkan jam 6 kurang 15 menit. Aku beranjak dari tempat dudukku kemudian berdiri tegap didepan gerbang menyalami satu persatu yang masuk dengan senyum manisku. Aroma khas mesin motor yang tercium dihidungku membuyarkan segar dan sejuknya udara pagi yang kuhirup tadi. Wanita paruh baya dengan jilbab panjangnya memasuki gerbang, dengan sapaan hasnya Ibu Triya melempar senyum, sosok kepala sekolah dengan disiplin tinggi dan selalu tepat waktu. Para siswa berseragam putih abu-abu lengkap dengan sepatu dan tas berisi buku dan alat tulis satu per satu memasuki area sekolah dengan wajah yang sumringah.

Aku berjalan tegap ke arah selatan kantor sekolah. Jam tangan digitalku menunjukkan angka 06:25. Masih ada waktu 35 menit sebelum memulai pelajaran Bahasa Indonesia yang terjadwal di jam pertama. Gedung bercat hijau itu nampak cerah sebab pantulan sinar matahari pagi, seolah tersenyum menyambut kedatanganku. Tiba-tiba langkah kaki kuperlambat saat melewati tanaman bunga mawar di taman tepi jalan akses gedung kantor dan gedung kelas. Baunya menyeruak wangi menusuk ujung pembau. Sempat kulirik, dan kusentuh: cantik. Aku meninggalkan mawar merah itu dan memutuskan untuk melanjutkan langkahku menyusuri setapak demi setapak lantai paving berbentuk persegi panjang. Sambil kesulitan menenteng laptop dan buku-buku mengajarku, aku menyempatkan melempar senyum pada segerombolan anak yang berjalan searah denganku menuju kelas.
Langkah kakiku sampai pada pijakan awal keramik putih yang melapisi lantai gedung kelas. Putih, bersih, mengkilat, tak satupun bekas sampah tercecer. Mungkin bagian piket kebersihan telah menyelesaikan tugasnya lebih awal dari jadwal kedatangan murid-murid dan para guru. Sekelilingku tidak sedang ramai, tidak pula sepi. Aku melihat sekali lagi jam ditanganku, 06.30. Aku melangkah memasuki kelas berlebel “Kelas X IPA Unggulan” yang menggantung diatas pintu masuk. Aroma dan hawa dingin kelas yang dilengkapi dengan fasilitas AC membuatku duduk tenang menunggu muridku lengkap untuk membaca Surat Waqi’ah dan do’a belajar sebelum memulai pelajaran.

Selalu tepat waktu. Jam 06:25 tepat Bu Fatma yang sudah hampir 14 tahun mengabdikan diri di sekolah ini menunduk hormat sebagai salam sebelum melangkahkan kakinya menuju gedung kelas. Aku masih berdiri di depan kantor yang didominasi warna hijau kuning dengan puluhan tanaman hias didepannya. Aku melihat sekeliling, belum terlalu ramai. Anak-anak hanya beberapa yang terlihat berangkat lebih awal. Aku memperhatikan langkah Bu Fatma yang penuh semangat, senyumnya tak pernah luput menyapa setiap yang berpapasan dengannya. Selama aku menjabat sebagai kepala sekolah, tak pernah sekalipun aku melihat wanita yang usianya lebih tua dariku ini terlambat, hanya sesekali saat beliau izin.
Di atas paving halaman depan kantor inilah setiap pagi aku merasakan semuanya. Pagi ini, sebelum Bu Fatma datang matahari sudah terlebih dulu mencubit kulitku, untung kukenakan hijab yang menjadikan sinar matahari pagi sedikit kesulitan menembus kulit kepalaku. Aku menikmati harum dan segarnya aroma bunga di halaman depan kantorku. Dengan tetap berdiri dan menekan satu persatu tasbih counterku Aku melihat guru-guru pendidik disekolah ini satu persatu datang dan memasuki kantor untuk mengisi absensi yang telah tersedia absen di meja masuk ruang guru. Aku melihat jam tanganku, 10 menit lagi lantunan do’a dan Surat Waqi’ah akan dibacakan dan dipimpin langsung dari kantor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar