Kemarin pagi sebelum saya masuk kantor, saya sempat berdiri sekitar 10 menit di muka mading yang ada di depan halaman koprasi yang kebetulan merupakan jalan akses menuju kantor Madrasah. Saya selalu tertarik berlama-lama di depan koran edisi hari Minggu. Akan saya temukan banyak info tentang sastra di situ, biasanya mataku akan secara otomatis mencari-cari kolom Puisi, Opini, Ruang Putih, Cerpen, dan Buku atau kolom-kolom lainnya yang menarik untukku.
Nah, pagi
itu kolom Buku pada koran Jawa Pos edisi Minggu 9 maret 2014 berhasil menarik
minat saya untuk membacanya. Sebab kolomnya saja sudah diberi nama “BUKU”, maka
otomatis isinya adalah seputar buku-buku yang tergolong terbitan baru atau
paling tidak tahun kemarin.
Kolom Buku
pagi ini terdapat 3 buku baru, salah satu dari info buku itu ada 1 judul yang
menjadikan saya sampai mampu bercerita di sini. Buku itu berjudul IMAGI-NATION,
MEMBUAT MUSIK BIASA JADI LUAR BIASA ditulis oleh PROV VINCENT MCDEMOTT,
diterbitkan oleh Art Music Today, dengan tebal buku 94 halaman, cetakan 2013.
Setelah
saya membaca habis yang ditulis dalam koran tersebut baru saya tau yang menulis
adalah Aris Setiawan seorang
Etnomusikolog, pengajar di Institut Seni Indonesia Surakarta. Menurut Aris
Setiawan Musisi tak memiliki kuasa
mutlak atas bunyi yg dibuatnya. Sama halnya penari yang tidak lagi berhak atas tubuhnya kala ia menari. Lembaga Art Music Today
bermarkas di Jogjakarta dimana buku Imagi-Nation,
Membuat Musik Biasa Jadi Luar Biasa ini diterbitkan adalah lembaga khusus
penerbitan buku musik, dan itu didirikan oleh Erie Setiawan, Tony Maryana dan Gatot Sulistyanto ketika dirasa hadirnya buku musik berkualitas mengalami
kemandulan.
Masih
menurut Aris, dalam buku ini Vincent menguraikan bahwa musik menarasikan proses
kreatif, inspiratif dan ekspresi.
Dari
tulisan ini ada beberapa kalimat yang saya suka dan kemudian saya tulis juga di
sini:
·
Adakalanya biarkan musik itu "membeku" sebagai
sebuah karya, menghantui pikiran kita, membuat gelisah dan tidur tak nyenyak.
Hakikat musik adalah bunyi dan rasa, bukan timbunan kata dalam bahasa.
·
Diruang tertentu ia memandang karya musik tak ubahnya
melihat matahari, semakin mencoba untuk dilihat semakin kabur dan menyilaukan
bahkan menyakitkan mata. (Woww …. How wonderful a musical???!!)
Gamelan
yang menjadi tradisi di Indonesia sebenarnya merupakan musik yang lebih
mengedepankan “rasa” tak sekedar mood dan kreativitas layaknya musik
barat. Di akhir tuisan dari Aris ini menyatakan bahwa dalam bukunya tersebut
Vincent berani memberi masukan untuk kurikulum musik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar