Judul : RINDU
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika, 2014
Halaman : ii + 544 hlm
Benarlah kata
orang, doa adalah sumber kekuatan yang tidak terbayangkan. (Hal. 19)
“.... Kau masih
muda. Perjalanan hidupmu boleh jadi jauh sekali, Nak. Hari demi hari, hanyalah
pemberhentian kecil. Bulan demi bulan,
itu pun sekadar pelabukan sedang. Pun tahun demi tahun, mungkin itu bisa kita
sebut dermaga transit besar. Tapi itu semua sifatnya adalah pemberhentian.
Dengan segera kapal kita berangkat kembali, menuju tujuan yang paling hakiki.”
(Hal. 284)
“... kalau kau
berusaha lari dari kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri.
Ketahuilah, semakin keras kau berusaha lari, maka semakin kuat cengkeramannya.
Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya
memantul, memantul, dan memantul lagi memenuhi kepala.” (Hal. 312)
“Cara terbaik
menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan
damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi
bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam
hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya,
perlahan-lahan, dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh
kenangan baru yang lebih bahagia.” (Hal. 312)
“Maka ketahuilah,
Nak, saat kita tertawa, hanya kitalah yeng tahu persis apakah tawa itu bahagia
atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain
hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis
apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam
seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan
penilaian orang lain.” (Hal. 313)
Hidup ini akan
rumit sekali jika kita sibuk membahas hal yang seandainya begini, seandainya
begitu. (Hal. 331)
Nasib kadang bisa
ditentukan oleh sesuatu yang tipis sekali. Bahkan bisa setipis kertas yang
terjatuh... (Hal. 357)
“Ketahuilah, kita
sebenarnya sedang membenci diri sendiri saat membenci orang lain. Ketika ada
orang jahat, membuat kerusakan di muka bumi, misalnya, apakah Allah langsung
mengirimkan petir untuk menyambar orang itu? Nyatanya tidak. Bahkan dalam
beberapa kasus, orang-orang itu diberikan begitu banyak kemudahan, jalan
hidupnya terbuka lebar. Kenapa Allah tidak langsung menghukumnya? Kenapa Allah
menangguhykannya? Itu hak mutlak Allah. Karena keadilan Allah selalu mengambil
bentuk terbaiknya, yang kita tidak selalu paham.” (Hal. 373)
“Ketahuilah, Nak,
saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu
salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita
memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian dalam hati.”
(Hal. 374)
Kesalahan itu
ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa
memaafkannya dengan mengahapus tulisan tersebut., baik dengan penghapus biasa,
dengan penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak
akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya,
bukalah lembaran kertas baru yang benar-benar kosong. (Hal. 375)
Ada yang bilang
melihat asma Allah di awan-awan. Ada bayi yang lahir bersama Alquran kecil, Ada
yang bilang bayinya yang baru lahir bisa bicara –seperti Nabi Isa. Sebagian
orang-orang yang tidak paham akan merubung, mendengar kisah itu. Hingga mereka
lupa. Bahwa mukjizat paling besar dalam agama kita justru ada di lemari
rumahnya, ada di meja-meja rumahnya. Dibiarkan berdebu tanpa pernah dibaca.
(Hal. 394)
Setiap hari aku
jatuh cinta. Setidaknya setiap melihat matahari terbit, aku jatuh cinta,
mensyukuri hidupku. Setiap menatap matahari tenggelam, aku jatuh cinta,
berterima kasih atas sepanjang hari, baik itu menyebalkan ataupun menyenangkan.
(Hal. 400)
Takdir tidak
pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka.
Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya,
karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak
berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya.
Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya. (Hal. 471)
Dalam situasi
tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan
shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara. (Hal. 472)
“Lepaskanlah,
Ambo. Maka esok lusa, jika dia cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan
cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia
tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Hei,
Ambo, kisah-kisah cinta di dalam buku itu, di dongeng-dongen cinta, atau
hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa
penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di muka
bumi. tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang
terbaik yang dituliskan.” (Hal. 492)
Maka tidak
mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis
tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan
merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar
menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. (Hal. 493)
Wahai laut yang
temaram, apalah arti memiliki? Ketika diri kami sendiri bukan milik kami.
Wahai laut
yang lengang, apalah arti kehilangan? Ketika kami sebenarnya menemukan banyak
kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saatv menemukan.
Wahai laut
yang sunyi, apalah arti cinta? Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang
seharusnya indah? Bagaimana mungkin kami terduduk patah hati atas sesuatu yang
seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai laut
yang gelap, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak
terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan
jaraknya setipis benang saja. (Hal. 494)
Menulis adalah
salah satu cara terbaik menyebarkan pemahaman. Ketika kita bicara, hanya
puluhan atau ratusan orang saja yang bisa mendengar. Kemudian hilang ditelan
waktu. Tapi tulisan, buku-buku, bisa dibaca oleh lebih banyak lagi. (Hal. 501)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar