Laman

Rabu, 18 Oktober 2017

AGAMA ANUGERAH AGAMA MANUSIA


Pada waktu saya masih muda, saya pernah ingin sekali bertemu dengan menteri. Pada pemikiran lugu saya ketika itu, paling mudah tentu bertemu menteri agama; sebab paling tidak menteri agama tahu fadhilahnya silaturrahmi. Ternyata saya keliru. Berhari-hari setiap hari saya datang ke departemen agama dan mengisi formulir untuk bertemu menteri. Baru setelah hampir sebulan, sekpri atau ajudan menteri sudi mengizinkan saya bertemu dengan disposisi: 3 menit saja.

Pada tahun 80-an, saya pernah ikut rombongan peserta Konferensi Media Massa Asia Afrika, diterima presiden di istana. Saya sempat --setelah antri yang agak lama-- berjabatan tangan dengan presiden yang selama ini hanya saya lihat fotonya.  Begitu bangga dan bahagia waktu itu, hingga setelah pulang kampung, selalu saya ceritakan kepada orang yang ketemu atau bertamu.

Anda bayangkan. Hanya untuk bertemu menteri 3 menit saja, saya bersusah payah hilir-mudik setiap hari hampir sebulan lamanya. Hanya kebetulan bisa bersalaman dengan presiden saja, cerita saya tak habis-habis membanggainya. Padahal Maha Presiden, Presidennya presidennya presiden, Allah SWT, setiap hari minimal 5 kali membuka pintu, open house, menerima saya dan siapa saja yang ingin menghadap; tanpa sekpri, tanpa ajudan, tanpa satpam. Bahkan Ia menerima hambaNya yang ingin menghadap sewaktu-waktu; tidak pada saat pasowanan sekalipun.

(Agama Anugrah Agama Manusia, hal.59)

*buku yang saya dapat dengan harga murah, tapi dengan ilmu yang tidak murahan.